Monday, February 23, 2009

Anak Singkong

SINGKONG dalam sejarah pertanian, perladangan atau perkebunan hampir jarang disebut. Mungkin karena bukan komoditi, sehingga tidak menjadi bagian penting dalam sejarah pangan Indonesia. Dalam Sejarah Perkebunan di Indonesia: Kajian Sosial-Ekonomi, bahwa ‘memang terjadi perkembangan variasi tanaman pangan (komoditi) sebagai akibat proses akulturasi dan perdagangan antar pulau. Salah satu buktinya adalah munculnya penanam tanaman pokok di daerah-daerah tertentu. Walaupun tanaman buah-buahan, umbi-umbian terdapat di hutan-hutan Indonesia, pertanian peladangan pada masa awal cenderung menanam tanaman pokok ubi rambat dan keladi. Di daerah kepulauan Indonesia Timur banyak ditanam tanaman sagu.’
Menurut Sartono Kartodirdjo dan Djoko Suryo dalam bukunya ini, proses perubahan jenis tanaman ini diduga dimulai dari Indonesia bagian barat kemudian menyebar ke daerah bagian timur. Lambat laun, tanaman padi, kacang-kacangan, dan biji sayur-sayuran cenderung menggantikan atau menambah tanaman umbi-umbian pada masa awal. Pada sekitar tahun 1500, keladi (talas) dan ubi rambat (yam) masih merupakan tanaman pokok di daerah Lombok dan Sulawesi. Sampai pada periode terakhir tanaman ini masih dapat dijumpai di daerah kepulauan bagian timur, seperti Sula, Talaud, Sangihe, dan sebagian Sumba dan Flores, termasuk juga kepulauan di bagian barat, seperti di Nias, Mentawai dan Enggano.
Peneliti botani Georg Eberhard Rumpf (Rumphius) dalam riset botaninya di Maluku abad ke-17 sudah menemukan singkong di Ambon. Singkong sendiri atau yang juga dikenal sebagai ubi kayu, baru masuk di Pulau Jawa pada dekade pertama abad ke-19. Varietas yang pertama kali ditanam adalah dua jenis singkong yang dinamai dengan Jenderal dan Dangdeur. Dua nama varietas singkong ini tampaknya merujuk pada kata Generaal dan Daendels. Tampaknya dua varietas ini tidak berkembang dengan baik di Indonesia. Setidaknya dari yang tersisa dua varietas ini mempunyai rasa yang pahit dan beracun. Lebih sering diolah sebagai gaplek.
Baru pada tahun 1858 varietas baru dari Paramaribo, Suriname didatangkan ke Indonesia. Jenis singkong yang diambil dari Kepulauan Antika Kecil di Karibia ini cocok dengan iklim tropis. Kemudian disusul 22 varietas yang didatangkan dari Brasil. Tampaknya jenis-jenis singkong inilah yang berkembang dan bertahan sampai saat ini. Singkong merupakan bahan pangan yang kaya sumber karbohidrat tetapi sangat miskin protein. Sumber protein terbesar malah ada di daun singkong karena mengandung asam amino metionin. Singkong di beberapa negara biasa digunakan sebagai makanan ternak, seperti di Amerika Latin, Karibia, China, Nigeria dan Eropa.
Tiga hal yang patut dicatat kenapa ‘anak singkong’ menjadi lebih buruk dari ‘anak keju’. Pertama, karena singkong tidak kaya protein. Sehingga jika seorang anak makan singkong secara terus-menerus maka kandungan gizi di dalam tubuhnya tidak lengkap. Kedua, karena singkong di banyak negara lain dijadikan makanan ternak. Namun setidaknya, ketiga, anak singkong tidak berarti anak desa (kampungan) tetapi seharusnya lebih berarti anak Brasil atau Amerika Latin. Jadi anak singkong seharusnya tidak berarti suka Jaipong tetapi suka Samba. Wow! []

No comments: