Monday, September 01, 2008

Hujan Sore Hari

SEHARUSNYA saya senang dengan turunnya hujan sore ini. Jika tidak salah ingat hujan ini juga hujan pertama di bulan Agustus tahun ini. Seperti yang diharapkan banyak orang, hujan setidaknya mendinginkan suhu udara dan lebih-lebih bisa mengaliri kehidupan berbagai makhluk hidup di muka bumi. Tidak ada alasan bagi saya untuk tidak senang atas setiap terjadinya hujan. Masa kecil dulu, turunnya hujan adalah saat-saat mencuri-curi kesempatan untuk menadahkan tangan ke luar jendela rumah. Bahkan jika memungkinkan berlaku seolah-olah terpeleset waktu berada di teras rumah. Jadi ada alasan untuk berbasah-basah sekalian, apalagi jika hujannya sore hari maka saya dengan sendirinya akan membuat alasan unuk ‘mandi sekalian’.
Hujan yang turun sore ini sangat deras, apalagi saya baru mengalaminya selama saya berada di Tangerang. Memang saya tidak melihat secara langsung turunnya hujan, karena saya tertidur di kursi belakang meja kerja saya. Hujan juga yang mungkin membuat tidur saya sedemikian pulasnya sehingga tidak merasakan sakitnya posisi tidur dengan duduk begitu. Terbangun saya sudah mendapati segalanya basah.
Lalu suasana menyenangkan menjadi menyebalkan karena membayangkan betapa saya akan mendapati persoalan-persoalan yang lebih buruk dengan turunnya hujan ini. Pertama, saya akan menghadapi jalan-jalan tergenang, becek dengan tanah-tanah merah lengket. Iya memang Kabupaten Tangerang ini kota cukup besar, tapi jangan berharap akan ada jalan-jalan mulus bagus. Dalam penelitian Ibu Titin Fatimah dan kawan-kawan setidaknya hampir 77% atau 1.100 km jalan di Kabupaten Tangerang rusak. Setiap ruas jalan pasti ada lubang yang cukup besar dengan kedalaman lubang antara 10-20 cm. Lubang yang cukup besar untuk sekedar beternak bibit lele.
Kedua, hujan lebat juga akan membuat lebih banyak pakaian saya yang basah. Ini tentu membuat saya was-was, apalagi di tempat saya ini walaupun berada di bilangan perumahan elit (mewah) tetapi hanya ada dua tempat laundry. Sebuah laundry dengan label Laundrette yang semua orang pasti tahu mahalnya minta ampun untuk mencuci dan mengeringkan di tempat ini. Sebuah laundry, juga franchise dari laundry yang ada di Yogyakarta yaitu Simply Fresh. Masalahnya pengelola yang disini tampaknya tidak sebagus yang di Yogya, jadi kadang buka dan kadang tutup. Untuk mencuci sendiri itu lebih sulit. Karena di perumahan yang berdesak-desakan, tempat saya tidak ada ruang yang cukup lega untuk menjemur baju. Tentu juga persoalan keamanan jika kita tidak mengawasinya.
Ketiga, hujan sore hari begini lebih banyak membuat saya kembali pada ingatan tentang situasi-situasi desa. Apalagi jika musim panen jagung, walaupun keluarga saya tidak menanam jagung karena tidak punya ladang, saya tetap bisa menikmati jagung muda dan segar yang biasa untuk dibakar. Lebih enak daripada jagung-jagung yang sekarang ada di swalayan-swalayan. Jika tidak membakar singkong atau ubi, pilihan lainnya adalah menggoreng jagung tua kering, kacang atau kedelai. Kenikmatan luar biasa. Romantisme ini yang sering menyeret saya pada masa lalu. []

2 comments:

ayu said...

Hujan dan kehujanan..., mengingatkan pada secangkir susu panas dan roti kering kesukaanmu.

Anonymous said...

itu nama rotinya roombutter, ny. aku suka karena roti itu dulu ada di masa kecilku. mungkin karena murah ya?