Thursday, September 25, 2008

Berani Bertindak, Takar Dahulu Risikonya

MASIH tentang selingkuh, hanya saja tulisan kali ini akan lebih fokus ‘mengapa laki-laki berselingkuh’. Tapi harus dicatat di awal bahwa selingkuh ini berbeda dan harus dibedakan dengan ‘jajan’ di lokalisasi/prostitusi. Ini hanya untuk membiasakan saja bawa berselingkuh melibatkan perasaan/emosi bukan sekedar hasrat. Kedua, tulisan ini menyinggung sedikit tentang kenapa laki-laki menjadi tidak berani bertanggungjawab. Lebih terjelaskan dengan tulisan ini nanti.

Terlambat Dewasa
Teori umum yang tidak pakai pembuktian tetapi banyak kebetulan dalam fakta nyata alasan seorang laki-laki berselingkuh (serong) adalah selalu terlambatnya dewasa laki-laki dan lemah dalam takaran sebab-akibat. Ilustrasinya laki-laki yang berusia 40 tahun faktor mental (kedewasaan dalam perhitungan hidup) akan sama dengan perempuan yang berusia 27-28 tahun. Apalagi dengan kebudayaan kita yang cenderung memanjakan laki-laki. Dan di satu sisi budaya yang sama mengatur perempuan untuk menanggung banyak risiko hidup.
Laki-laki yang berselingkuh alam sadarnya tidak mengkalkulasi risiko seperti perempuan. Dalam arti yang lain juga tidak mengkalkulasi tingkat permainan. Dengan demikian ketika perempuan bertanya tentang komitmen, laki-laki hanya mengiyakan saja. Perempuan yang terlanjur dilepas dan dikejar akan mengira laki-laki benar-benar serius padahal bagi laki-laki ya tetap saja main-main. Saya menjadi teringat dengan bagian Para Istri di Para Priyayi-nya Umar Kayam. Ngaisah, istri Sastrodarsono pernah mengatakan bahwa “suami-suami sesungguhnya adalah anak-anak yang tidak kunjung tumbuh menjadi dewasa. Bermain adalah pusat dari segalanya bagi mereka.” Persoalannya laki-laki kemudian tidak bisa membedakan mainan dan ‘mainan yang hidup’.
Lantas mengapa lebih banyak laki-laki yang berselingkuh daripada perempuan? Ini juga terjadi karena bias gender. Karena peradaban yang patriarkhi juga mengorbankan laki-laki. Bagaimana bisa? Keterlambatan dewasa laki-laki membuat laki-laki mudah mengalami stress dan menanggung stress. Bagi laki-laki ini persoalan yang sulit bila dibandingkan jika perempuan yang mengalami. Perempuan telah beradaptasi yang evolusioner dari beratus-ratus tahun yang lampau untuk menghadapi stress. Laki-laki jelas tidak mempunyai pengalaman genetis ini. Sehingga dalam kesulitana-kesulitana misalnya kesulitan ekonomi laki-laki lebih banyak yang stress lalu gila. Apalagi ditambah beban gila-gilaan dari budaya patriarkhi yang menganggap laki-laki itu pemberi nafkah, kepala keluarga, kuat, dan sebagainya.
Patriarkhi tampaknya menjadi hal satu-satunya selain persoalan libido laki-laki yang lebih besar daripada perempuan. Tampaknya juga baik secara psikologis, sosial maupun religi persoalan patriarkhi menjadi sedemikian menentukan dalam selingkuh. Tapi laki-laki juga tidak asal ‘memangsa’ perempuan. Mereka hanya akan menembus perempuan yang rapuh sehingga laki-laki bisa masuk sebagai pahlawan (hero). Perempuan yang menjual cerita tidak jelasnya hubungan perempuan tersebut dengan laki-laki pasangannya, perempuan yang lemah secara ekonomi, perempuan yang lemah secara mental, dan sebagainya. Dan sayangnya banyak perempuan tidak paham akan hal ini.

Mau Nangkanya Tidak Mau Getahnya
Suatu perbuatan tertentu selalu merupakan hasil dari banyak faktor, tidak hanya berupa kecenderungan-kecenderungan yang bersifat tetap, tetapi juga berupa tekanan-tekanan sesaat yang berasal dari dalam individu maupun dari situasi. Hanya perbuatan-perbuatan yang terjadi berulang-ulang dan mengandung makna pribadi yang sama (ekuivalensi respon) mengikuti sejumlah stimulus tertentu yang mengandung arti pribadi yang sama (ekuivalensi stimulus) yang menyebabkan sifat-sifat dan disposisi-disposisi perlu disimpulkan. Kecenderungan-kecenderungan ini tidak selalu aktif, tetapi tetap bertahan sekalipun laten, dan relatif sudah dibangkitkan (Allport, 1961, hal. 374).
Dalam diri individu yang matang kita menemukan seorang pribadi yang tingkah lakunya ditentukan oleh sekumpulan sifat yang terorganisasi dan harmonis. Sifat-sifat ini muncul dengan berbagai cara dari sejumlah kecil perangkat motivasi yang sudah terdapat pada bayi yang baru lahir (neonatus). Bagaimana persisnya kecenderungan-kecenderungan ini berkembang tidaklah begitu penting karena, menurut prinsip otonomi fungsional, kecenderungan-kecenderungan ini tidak lagi mendapat daya motif dari sumber-sumber primitif atau awal, apapun bentuknya. Sebagaimana dikatakan Allport: “Apa saja yang bisa mendorong tingkah laku, akan berfungsi sekarang”, dan kita tidak perlu mengetahui sejarah dorongan tersebut untuk memahami cara kerjanya. Sampai batas-batas tertentu, berfungsinya sifat-sifat ini disadari dan bersifat rasional.
Biasanya, individu yang normal mengetahui apa yang dikerjakannya dan mengapa itu dikerjakannya. Tingkah lakunya mengikuti suatu pola yang harmonis dan pada inti pola ini terdapatlah fungsi-fungsi yang oleh Allport dinamakan proprium (fungsi-fungsi ego). Untuk memahami sepenuhnya orang dewasa mustahil tanpa mengetahui tujuan-tujuan dan aspirasi-aspirasinya. Motif-motifnya terpenting bukan lagi berupa gema masa lampau, melainkan lambaian ajakan masa depan.
Laki-laki yang berselingkuh sebagian besar kemudian mengalami kepanikan ketika perempuan pasangan selingkuhnya menuntut tanggung jawabnya. Kepanikan ini bukan karena persoalan tanggung jawabnya sebenarnya tetapi lebih karena fenomena yang tidak berada dalam kendalinya sepenuhnya. Sehingga permainan menjadi mengejutkan, tidak terduga dan sangat di luar perhitungan. Jadi mereka tidak lari karena tidak bertanggung jawab, tetapi karena permainan yang berubah aturan dan laki-laki mencoba mundur dari gelanggang permainan.
Ketidakteraturan inilah yang di luar takaran risiko laki-laki. Kalkulasi laki-laki tidak sampai pada persoalan tanggung jawab. Laki-laki tidak menghitung risiko dengan cukup matang dan cermat karena ada selubung kegilaan yang membuat laki-laki mempunyai keyakinan semua bisa dikendalikan, semua akan bisa diatur. Pengalaman-pengalaman selingkuh seorang laki-laki akan membangun penguatan-penguatan ‘segalanya bisa diatur dan dikendalikan’. Misalnya pengalaman selingkuh dengan Jeng Xxyzz akan membuat laki-laki berani memastikan untuk mengulang pengalamannya. Lalu dengan pengalaman yang telah dimilikinya laki-laki dengan cara apapun (halus, kasar, menjijikkan, dan lain sebagainya) si perempuan akan bisa diajak damai, berpisah, atau didorong pergi.
Melihat intensitas yang dilakukan, maka laki-laki dalam hubungan selingkuh sebenarnya mempunyai rasa cinta terhadap selingkuhannya. Tentu saja karena sebagai perbuatan yang berulang-ulang maka mustahil tidak ada makna pribadi di dalamnya. Mungkin kadarnya saja yang berbeda. Karena tidak ada orang yang senang berhubungan dengan orang lain secara intens dan berulang tanpa ikatan emosional. Lalu makna pribadi hubungan laki-laki tersebut dengan istrinya? Bisa jadi juga karena cinta, tetapi juga ikatan budaya bahwa laki-laki harus menjadi teladan, pahlawan, pemberi nafkah, contoh bagi anak-anaknya, dan sebagainya. Dan yang lebih jelas, perempuan yang dinikahinya adalah aset ketenangan pikiran. Ini bagian dari cinta juga khan?
Artinya selingkuh juga melibatkan banyak kebutuhan dalam diri seseorang. Hal-hal ini tidak dominan laki-laki saja tetapi juga perempuan. Laiknya seorang manusia yang membutuhkan rasa aman (security feeling). Misalnya kebutuhan makan hari ini dan besok, pendidikan, harta, gengsi, gelar, dan lain sebagainya. Jadi wajar saja jika ada orang yang lebih memilih untuk berhubungan dengan orang lain karena hartanya, gelar, kepastian masa depan, dan sebagainya. Itu naluri alami.
Selain itu selingkuh juga melibatkan kebutuhan untuk keyakinan diri. Kalau orang yang didominasi kebutuhan untuk disayang, dia perlu yakin dirinya tidak terbuang. Inilah yang dimaksud kebutuhan untuk keyakinan diri. Hal ini bisa menimbulkan sindrom primadona complex jika berlebihan ingin menjadi pusat perhatian. Ini sindrom yang banyak diidap perempuan karena sejarah perasaan mereka seringkali menegaskan mereka adalah bagian dari yang terbuang itu.
Setelah dua kebutuhan ini, orang kemudian menginjak pada need assurements. Kadang laki-laki beristri perlu yakin dirinya tidak kehilangan peluang keremajaan dan romansa. Dan ini yang menimbulkan cinta pada selingkuhannya, benar-benar cinta. Sebab perempuan ini memberinya kepastian bahwa dia benar-benar seperti yang dia (laki-laki) inginkan. Sayangnya, sekali lagi dengan semua yang terjadi tersebut laki-laki tidak menakarnya sekaligus dengan risiko-risikonya. Sehingga perubahan aturan permainan membuatnya harus ‘mundur dari gelanggang’.
Kemampuan menakar seluruh aspek (risiko) dengan relaif tepat adalah sebuah ukuran menjadi manusia dewasa, dari situ dia bisa mengayak kebijaksanaannya. Kedewasaan itu sifatnya menyerap. Mungkin sekali tidak ada satu aspek perkembangan yang tidak mengandung bekasnya; tetapi adalah sulit, jika tidak dikatakan tidak mungkin, untuk melepaskan pengaruh-pengaruh belajar. Kedewasaan dan pelajaran bergandengan tangan dalam perkembangan kepribadian (Hall, 1959, hal 99). Makanya dalam tangga kebijaksanaan Erich Fromm di usia 60 tahun ke atas wisdom utama adalah kebijaksanaan. Di usia ini orang normal sudah punya pengalaman yang memberinya petuah hidup dan tugas kebijaksanaan adalah menjadi nilai generasi berikut. []

Tulisan ini disarikan dari diskusi dengan Nona Klutuk. Terima kasih sekali lagi untuk ilmu psikologinya.
Beberapa buku penting dalam tulisan ini:
Calvin S. Hall, Sigmund Freud Suatu Pengantar Ke Dalam Ilmu Jiwa Sigmund Freud. Pustaka Sarjana, Bandung. 1959
Cavin S. Hall & Gardner Lindzey, Teori-teori Sifat dan Behavioralistik Alpport Sheldon Catell Dollard & Miller Skinner. Kanisius, Yogyakarta. 1993
Umar Kayam, Para Priyayi Sebuah Novel. Pustaka Utama Grafiti, Jakarta. 1992

2 comments:

Anonymous said...

ho ho, aku akan selingkuh dg laki-laki yg udah agak bijak aja... yg udah 60an, yg udah mau mati dan kaya pula... ;))

<<<< picnya serem, kamu kena UU pornografi nanti, trus disikat FPI>>>>

aneka-ragam said...

hahaha. itu maksudku ren. jangan sungkan-sungkan untuk segera mencari. apalagi kalau punya banyak aset di luar negeri sono. lumayanlah agar kau bisa mengundang aku main-main.