Sunday, July 13, 2008

Bancakan

BANCAKAN atau dalam bahasa Indonesianya syukuran juga dikenal dengan nama selametan merupakan bagian tradisi yang hidup dalam masyarakat Jawa. Hampir setiap peristiwa dalam masyarakat Jawa selalu dipenuhi dengan ritual bancakan ini. Mulai dari kehamilan, kelahiran,kematian atau bahkan hal-hal lain. Saat ini bancakan hanya menjadi ritual saja, maknanya hampir-hampir telah hilang.

Secara esensi, di luar yang bersifat spiritual (batiniah), bancakan sendiri mengemban pesan penting dalam hubungan kemasyarakatan. Keselarasan dan harmoni menjadi dasar utama setiap laku yang diwujudkan itu. Bancakan memang satu fungsi utamanya adalah untuk menunjukkan rasa syukur (doa) kepada Yang Maha Kuasa.




Di luar fungsi utama itu, bancakan telah mengambil peran untuk merekatkan ikatan kemasyarakatan. Setiap hajat yang disertai dengan bancakan ini, selalu ditandai dengan kedatangan tetangga dan sanak saudara. Ikatan-ikatan yang mulai longgar sebagai akibat interaksi keseharian, kemudian kembali menguat dengan adanya bancakan yang dilakukan oleh seseorang. Bincang-bincang di awal atau akhir prosesi bancakan setidaknya telah mencairkan kebekuan yang diakibatkan berbagai konflik keseharian.




Dalam masyarakat Jawa konflik memang bersifat beku atau dingin. Hal ini sangat erat berhubungan dengan budaya masyarakat Jawa yang tertutup dan tidak ekspresif. Bagi mereka konflik lebih banyak disimpan. Tidak mengherankan jika tradisi balas dendam karena sebuah konflik bagi masyarakat Jawa selalu diselesaikan dalam wilayah metafisika. Disinilah peran tenung, santet, tuju, dan berbagai hal klenik lain menjadi lebih banyak dalam penyelesaian konflik dalam masyarakat Jawa.




Prosesi bancakan yang mengharuskan orang berbaur dan melupakan segala konflik/persoalan itulah yang membuat ikatan kemasyarakatan kembali menguat. Bancakan juga berperan dalam menyebarkan informasi secara meluas atas suatu hal. Bahkan yang punya hajat pun berkepentingan untuk menyebarkan informasi tentang keluarganya. Sehingga dalam setiap bancakan selalu disebutkan alasan apa yang membuat sebuah bancakan diselenggarakan. Sangat biasa di dalam sebuah prosesi bancakan disebutkan apa hajat orang yang bersangkutan.




Bukan hal yang mengherankan juga jika sebuah bancakan diadakan hanya untuk memperingati hari kelahiran seseorang. Bagi masyarakat Jawa hal ini penting, selain untuk bersyukur juga secara tersirat untuk memberikan informasi kepada masyarakat sekitarnya tentang hari kelahiran seseorang. Pengetahuan tentang hari lahir seseorang bagi masyarakat Jawa sangat penting untuk secara tidak langsung mengetahui bagaimana watak orang bersangkutan. Ingat, masyarakat Jawa sangat mendasarkan segala sesuatu berdasarkan perhitungan hari lahir (weton) termasuk juga watak seseorang. Rasa dalam hal ini menjadi sangat berperan dalam memaknai prosesi ini.




Sisi yang lain dari bancakan adalah distribusi kesejahteraan atau berbagi dengan tetangga. Orang yang menyelenggarakan bancakan dalam ukuran yang besar biasanya mempunyai kesejahteraan yang tinggi pula. Tetapi bukan berarti orang yang berada di tingkat kesejahteraan rendah tidak menyelenggarakan bancakan. Dalam kondisi paling minimal sekalipun bancakan perlu diadakan untuk hal-hal terkait dengan keselarasan. Terutama jika merujuk pada falsafah Jawa bahwa keselamatan seseorang tergantung keselarasan lingkungan kosmiknya.




Dengan kata lain bancakan-pun tidak bisa dihitung sebagai pemerataan kemiskinan, karena setiap hajatan yang diselenggarakan akan dengan sendirinya mendapatkan bantuan dan perhatian dari orang lain. Siklus seperti ini berjalan terus. Saling membantu dan menopang. Pemahaman bahwa jika mereka mengadakan bancakan adalah menselaraskan lingkungannya merupakan bagian penting dalam usaha menyelamatkan diri mereka sendiri. Masyarakat Jawa sangat paham bahwa jika krisis (apapun bentuknya: ekonomi, keluarga, dan sebagainya) tidak dibagi dengan yang lain itu berarti awal dari ketidakselarasan. Artinya itu merupakan awal dari bahaya bagi diri mereka sendiri.




Masyarakat Jawa sangat percaya bahwa manusia dianggap saling berkaitan dengan fenomena lainnya sehingga bersama-sama membentuk eksistensi satuan yang lebih besar. Posisi sosial dan ekonomi manusia adalah bagian dari tatanan atau susunan kosmik. Rusak atau tidak jalannya satu bagian (kecil sekalipun) dalam tatanan kosmik akan mengganggu keselarasan, yang ujung-ujungnya mengganggu individu itu sendiri.




Dalam cara pandang sebaliknya, setiap orang yang tahu bahwa seseorang dalam lingkungannya sedang menghadapi krisis haruslah mendapat uluran tangan untuk membantu menyelesaikannya. Bantuan ini bukan bersifat intervesif, karena bagi masyarakat Jawa sebuah urusan apapun sifatnya merupakan wadi bagi pihak yang bersangkutan. Ada privasi yang harus dihargai. Sehingga bantuan-bantuan lebih berupa dorongan moril dan tidak lebih jauh dari itu.




Di dalam kebudayaan Jawa, orang yang dibancaki biasanya diperlakukan dengan sangat istimewa. Mereka diperlakukan bak seorang pangeran, putri atau bahkan raja. Sehingga yang menjadi pusat dari upacara bancakan adalah orang yang dihajati. Meskipun demikian, upacara ritus yang dikenal di Jawa dengan “slametan” menimbulkan rasa solidaritas di antara mereka yang terlibat dan berpartisipasi, walaupun mereka punya status sosial yang berbeda-beda (Tuti Sumukti, Semar: Dunia Kebatinan Orang Jawa, 2006).




Demikianlah keselarasan dalam masyarakat diciptakan dengan melalui sarana bancakan. Ini yang kadang tidak terbaca oleh masyarakat modern. Bahwa ritual bancakan tidak saja sekedar bernilai mistis untuk mendapatkan bantuan atau jalan keluar atas sebuah masalah. Harus dipahami bahwa bantuan atau jalan keluar masalah selain berasal dari Yang Kuasa, juga merupakan hasil dari kontribusi bantuan tetangga sekitar. Bukankah tetangga yang akan pertama kali memberikan bantuan kepada kita jika kita mengalami kesulitan? Itulah kenapa keselarasan dalam masyarakat menjadi penting dan perlu. []

1 comment:

Unknown said...

selamat malam,
saya sedang membuat konsep tentang bancakan
sekiranya saya bisa minta bantuan untuk diberi tahu buku yang menjadi rujukan penulisan artikel ini.
terima kasih